A.
Pengertian Ilmu Kalam
Ilmu Kalam adalah suatu ilmu yang membahas
tentang akidah dengan dalil-dalil aqliyah (rasional ilmiah) dan sebagai tameng
terhadap segala tantangan dari para penentang.
Abu Hanifah menyebut nama ilmu ini dengan
fiqh al-akbar. Menurut persepsinya, hukum islam yang dikenal dengan istilah
fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama, fiqh al-akbar, membahas keyakinan
atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh al-ashghar, membahas
hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya cabang saja. Al-Farabi mendefinisikan
Ilmu Kalam sebagai disiplin ilmu yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta
eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah setelah
kematian yang berlandaskan doktrin Islam. Penekanan akhirnya adalah
menghasilkan ilmu ketuhanan secara filosofis.
Adapun Ibnu Khaldun
mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai
argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.
Sedangkan Musthafa Abdul
Raziq berpendapat bahwa ilmu ini ( ilmu kalam) bersandar kepada
argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan dengan aqidah imaniah, atau
sebuah kajian tentang aqidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar.
Menurut Ahmad Hanafi, di
dalam nash-nash kuno tidak terdapat perkataan al-Kalam yang
menunjukkan suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana yang diartikan
sekarang. Arti semula dari istilah al-Kalam adalah kata-kata
yang tersusun yang menunjukkan suatu maksud kemudian dipakai untuk menunjukkan
salah satu sifat Tuhan, yaitu sifat berbicara. Sebagai contoh, kata-kata kalamullah banyak
terdapat dalam al-Qur’an, diantaranya pada Surah al-Baqarah ayat 75, 253, dan
Surah an-Nisa’ ayat 164.
Penggunaan al-Kalam sebagai
suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana kita kenal saat ini pertama kali
digunakan pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, tepatnya pada masa khalifah
Al-Ma’mun.Sebelumnya, pembahasan tentang kepercayaan-kepercayaan dalam islam
disebut al-fiqh fi ad-din, sebagai imbangan terhadap al-fiqh
fi al-ilm yang diartikan ilmu hukum ( ilmu qanun ). Biasannya
mereka menyebutkan al-fiqhi fiddiniafdhalu minal fiqhi fil ‘ilmi, ilmu
aqidah lebih baik dari ilmu hukum.
Adapun yang
melatarbelakangi mengapa ilmu ini dinamakan Ilmu Kalam adalah :
1.
Permasalahan
terpenting yang menjadi tema perbincangan pada masa permulaan Islam adalah
masalah firman Allah ( Kalam Allah ), yaitu al-Qur’an.
Apakah Kalamullahtersebut qadim atau hadits ( baru )? Walaupun
permasalahan ini hanya merupakan salah satu bagian dari pembahasan ilmu
ketuhanan dalam Islam, namun karena ia menjadi bagian terpenting maka ilmu ini
dinamai Ilmu Kalam.
2.
Dalam
membahas masalah-masalah ketuhanan, para mutakallim ( ahli
Ilmu Kalam ) menggunakan dalil-dalil aqliyah dan dampaknya
tercermin pada keahlian meraka dalam berargumentasi dengan mengolah kata-kata.
Dengan demikian, mutakallim diartikan juga dengan ahli debat yang pintar
memakai kata-kata.
3.
Secara
harfiah, kata kalam berarti “pembicaraan”. Tetapi secara istilah, kalam
tidaklah dimaksudkan “pembicaraan” dalam pengertian sehari-hari, melainkan
dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Maka ciri
utama Ilmu Kalasm ialah rasionalitas atau logika.
B.
Dasar-dasar Ilmu Kalam
Dasar-dasar ilmu kalam dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu dalil naqli ( al-Qur’an dan Hadits ) dan dalil aqli ( akal
pemikiran manusia ). Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber utama yang
menerangkan tentang wujud Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya dan
permasalahan aqidah Islamiyah uang lainnya. Para mutakallim tidak
pernah lepas dari-dari nash-nash al-Qur’an dan Hadits ketika berbicara masalah
ketuhanan. Masing-masing kelompok dalam ilmu kalam mencoba memahami dan
menafsirkan al-Qur’an dan Hadits lalu kemudian menjadikannya sebagai penguat
argumentasi mereka.
Berikut ini adalah
sumber-sumber ilmu kalam:
1.
Al-Qur’an
Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Qur’an
banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan,di antarannya
adalah :
a) Q.S. Al-Ikhlas :
1-4. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Maha Esa.
b) Q.S. Asy-Syara :
7. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak menyerupai apapun di dunia ini. Ia
Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
c) Q.S. Al-Furqan :
59. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha Penyayang bertahta di atas “Arsy”.
Ia pencipta langit,bumi, dan semua yang ada diantara keduannya.
d) Q.S.Al-Fath : 10.
Ayat ini menunjukkan Tuhan mempunyai “tangan” yang selalu berada diatas tangan
orang-orang yang melakukan s esuatu selama mereka berpegang teguh dengan janji
Allah.
e) Q.S. Thaha : 39.
Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “mata” yang selalu digunakan untuk
memgawasi seluruh gerak, termasuk gerakan hati makhluk-Nya.
Ayat-ayat diatas
berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan,tuntunan, dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan eksistensi Tuhan. Hanya saja, penjelasan rinciannya tidak
ditemukan. Oleh sebab itu, para ahli berbeda pendapat dalam menginterpretasikan
rinciannya. Pembicaraan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan
disistematisasikan yang pada gilirannya menjadi sebuah ilmu yang dikenal dengan
istilahilmu kalam.
2.
Hadist
Masalah-masalah dalam
ilmu kalam juga disinggung dalam banyak hadits, Diantarannya yaitu hadits yang
menjelaskan tentang iman, islam, dan ihsan termasuk menyinggu ilmu kalam,salah
satu di antaranya juga
Adapula beberapa Hadits
yang kemudian dipahami sebagian umat sebagai prediksi Nabi mengenai kemunculan
berbagai golongan dalam ilmu kalam, diantaranya :
“Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
r.a. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “ Orang-orang Yahudi akan
terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan.”
“Hadits yang
diriwayatkan dari Abdullah bin Umar. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “
Akan menimpa umatku yang pernah menimpa Bani Israil, Bani Israil telah terpecah
belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan.
Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan saja, “ Siapa mereka itu,
wahai Rasulullah?” tanya para sahabat. Rasulullah menjawab ‘mereka adalah yang
mengikuti jejakku dan sahabat-sahabatku’.
Syaikh Abdul Qadir
mengomentari bahwa Hadits yang berkaitan dengan masalah faksi umat ini, yang
merupakan salah satu kajiiian ilmu kalam, mempunyai sanad sangat
banyak. Diantara sanad yang sampai kepada Nabi adalah yang
berasal dari berbagai sahabat, seperti Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu
Ad-Darba, Jabir, Abu Said Al-Khudri, Abu Abi Kaab, Abdullah bin Amr bin Al-Ash,
Abu Ummah, Watsilah bin Al-Aqsa.
Adapula pada riwayat yang
hanya sampai kepada sahabat. Diantaranya adalah Hadits yang mengatakan bahwa
umat islam akan terpecah belah kedalam beberapa golongan. Diantara golongan-golongan
itu, hanya satu saja yang benar, sedangkan yang lainnya sesat.
3.
Pemikiran
Manusia
Sebagai salah satu sumber
ilmu kalam, pemikiran manusia berasal dari pemikiran umat islam sendiri dan
pemikiran yang berasal dari luar umat islam. Di dalam al-Qur’an, banyak sekali
terdapat ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berfikir dan menggunakan
akalnya. Dalam hal ini biasanya Al-Qur’an menggunakan redaksi tafakkur,
tadabbur, tadzakkur, tafaqqah, nazhar, fahima, aqala, ulul al-albab, ulul
al-ilm, ulu al-abshar, dan ulu an-nuha. Diantara ayat-ayat tersebut yaitu :
Artinya : “ Maka
hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan. Dia diciptakan dari
air yang memancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang
dada perempuan.” ( Q.S. At-Thariq Ayat 5-7 )
Ayat-ayat yang lain dapat
ditemukan pada Surah Muhammad : 24, An-Nahl : 68-69, Al-Isra’ : 44, Al-An’am :
97-98, At-Taubah : 122, Shad : 29, Az-Zummar : 9, Adz-Dzariyat : 47-49,
Al-Ghatsiyah : 7-20, dan lain-lain.
Oleh karena itu, jika
umat islam sangat termotivasi untuk memaksimalkan penggunaan rasionya, hal itu
bukan karena ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan karena adanya
perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang akhirnya
menyebabkan sangat jelasnya penggunaan rasio dan logika dalam pembahasan ilmu
kalam.
Adapun sumber kalam
berupa pemikiran dari luar Islam, Ahmad Amin menyebutkan setidaknya ada tiga
faktor penting.
Pertama, kebanyakan orang-orang yang memeluk Islam setelah
kemenangannya, pada awalnya mereka memeluk berbaga agama yaitu Yahudi, Nasrani,
Manu, Zoroaster, Brahmana, Sabiah, Atheisme, dan lain-lain.Mereka dilahirkan
dan dibesarkan dalam ajaran-ajaran agama ini. Bahkan
diantara mereka ada yang benar-benar memahami ajaran agama aslinya. Setelah
fikiran mereka tenang dan mereka benar-benar teguh memeluk agama Islam,
mulailah mereka memikirkan ajaran-ajaran agama mereka sebelumnya dan mengangkat
persoalan-persoalanya lalu memberinya corak baju keislaman.
Kedua, golongan Mu’tazilah memusatkan
perhatianya untuk dakwah Islam dengan membantah argumentasi-argumentasi
orang-orang yang memusuhi Islam. Untuk itu, mereka tidak akan bias menolak
lawa-lawannya kecuali sesudah mereka mempelajari pendapat-pendapat serta alas
an-alasan lawan mereka. Maka terjadilah perdebatan-perdebatan yang rasional
antar agama saat itu.
Ketiga, sebagaimana pada faktor kedua dimana
para mutakallimun sangat membutuhkan filsafat Yununi untuk
mengalahkan lawan-lawannya, maka mereka terpaksa mempelajari dan mengambil
manfaat dari ilmu logika, terutama dari sisi ketuhanannya. Misalnya An-Nadham,
seorang tokoh Mu’tazilah, ia mempelajari filsafat Aristoteles dan menolak
beberapa pendapatnya, demikian juga Abu al-Hudzail al-‘Allaf
4.
Insting
Secara Instingtif, manusia selalu ingin
bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya Tuhan telah berkembang sejak
adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Akkad mengatakan bahwa keberadaan
mitos merupakan asal-usul agama dikalangan orang-orang primitif. Tylor justru mengatakan bahwa
animism-anggapan adanya kehidupan pada benda-benda mati- merupakan asal-usul
kepercayaan adanya Tuhan. Adapun Spencer mengatakan lain lagi. Ia mengatakan
bahwa pemujaan terhadap nenek moyang merupakan bentuk ibadah yang paling tua.
Keduanya menganggap bahwaanimisme dan pemujaan terhadap nenek moyang
sebagai asal-usul kepercayaan dan ibadah tertua terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
lebih dilatarbelakangi oleh adanya pengalaman setiap manusia yang suka mengalami
mimpi.
Di dalam mimpi, seorang dapat bertemaan
terhadap, bercakap-cakap, bercengkerama, dan sebagainya dengan orang lain,
bahkan dengan orang yang telah mati sekalipun. Ketika seorang yang mimpi itu
bangun, dirinya tetap berada di tempat semula. Kondisi ini telah membentuk
intuisi bagi setiap orang yang telah bermimpi untuk meyakini bahwa apa yang
telah dilakukannya dalam mimpi adalah perbuatan roh lain, yang pada masanya roh
itu akan segera kembali. Dari pemujaan terhadap roh berkembang ke pemujaan terhadap
matahari, lalu lebih berkembang lagi pada pemujaan terhadap benda-benda langit
atau alam lainnya.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kepercayaan
adanya Tuhan, secara instingtif, telah berkembang sejak keberadaan manusia
pertama. Oleh sebab itu, sangat wajar kalau William L. Reese mengatakan bahwa
ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan, yang dikenal dengan istilah theologia, telah
berkembang sejak lama. Ia bahkan mengatakan bahwa teologi muncul dari sebuah
mitos ( thelogia was originally viewed as concerned with myth ).
Selanjutnya, teologi itu berkembang menjadi “ theology natural “ (
teologi alam ) dan “revealed theology “ ( teologi wahyu
).
C.
Sejarah Kemunculan
Persoalan-Persoalan Ilmu Kalam
Sejarah dalam
pendeklarasian ilmu kalam tidak luput dari sejarah perpecahan prinsip teologi
umat islam yang masih ketika itu dipicu persoalan politik dan kedangkalan
ukhuwah dalam prilaku perebutan singgasana kekuasaan,bermula dari Peristiwa
wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tanggal 8 juni 632 M melahirkan suatu
perjuangan keagamaan dan politik dalam masyarkat islam sehingga mengakibatkan
timbulnya perpecahan di kalangan umat islam. Perpecahan ini mulai memanas sejak
Khalifah Utsman bin Affan mengambil kebijakan mengangkat anggota
keluarganya untuk menduduki posisi dalam struktur politik dan jabatan penting,
sehingga sebagian besar masyarakat islam tidak senang dengan kebijakan
tersebut. Puncaknya adalah
saat Khalifah Utsman bin Affan terbunuh saat sedang membaca Al-Qur’an
dirumahnya.
Setelah khalifah ustman terbunuh maka kembali
diumumkan pergantian kekhalifahan selanjutnya dengan berpacu pada penolakan
muawiyyah atas terpilihnya Ali bin abi Thalib.banyak diantara yang
semula berpihak pada Ali kemudian terpecah dan keluar dari barisan militer Ali
bin Abi Thalib ,Putusan hanya datang dari Allah dan harus kembali pada hukum
dan ketetapan Allah yang ada dalam Al-qur’an . La hukma illa Allah (tidak
ada perantara selain Allah) Hal ini tidak hanya mempunyai implikasi
politik yang tajam, tetapi juga meningkat kepada persoalan-persoalan teologi,
yang melahirkan beberapa aliran teologi yaitu:
a)
Khawarij: persoalan iman
dan kufr (mu’min dan kafir)
b)
Murji’ah: masalah iman
dan menentang pendapat Khawarij
c)
Paham Qadariyah dan
Jabariyah: Memaksa
d)
Mu’tazilah : al-Ushul
al-Khamsah
e)
Asy’ariyah: Mazhab
Syafi’i
Muhammad Arsyad Farisi - Universitas Islam Attahiriyah
f)
Maturidiyah: Mazhab Ahmad
bin Hambal
0 komentar:
Posting Komentar